BLACK CURSE ‘Burning in Celestial Poison’ ALBUM REVIEW
Sepulchral Voice Records, October 25th, 2024
Black/death
Gak mau kalah dengan tiga rekan setimnya di SPECTRAL VOICE (P. Riedl, M. Kolontyrsky, dan J. Barrett), yang pada awal bulan Oktober melontarkan salah satu calon album of the year 2024 potensial (‘Absolute Elsewehere’). Eli Wendler pun sudah menyiapkan racun BLACK CURSE terbaru, yang dilepaskan berjarak tiga minggu saja dari album penuh ketiga BLOOD INCANTATION yang membahana dimana-mana itu. Berhubung sang co-founder, Morris Kolontyrsky, memutuskan cabut, formasi BLACK CURSE pun dalam album kedua bertajuk ‘Burning in Celestial Poison’ ini, agak sedikit berubah, dimana Eli Wendler (vokal/gitar), Jonathan Campos (gitar, PRIMITIVE MAN), Zach Coleman (drum, KHEMMIS), sudah mendatangkan pembetot bass asal California, Steve Peacock aka Ephemeral Domignostika, yang selama ini sudah dikenal lewat proyek-proyek ngerinya, mulai dari MASTERY, PANDISCORDIAN NECROGENESIS, SPIRIT POSSESSION, hingga ULTHAR (meskipun kayaknya gak ikut saat rekaman). LP kedua BLACK CURSE tentunya sudah ditunggu-tunggu oleh para black/death connoisseur, walaupun ‘Endless Wound’ banyak dikatain sebagai TEITANBLOOD versi lite, materi dalam debut mereka bisa dibilang cukup sadis, berisikan tujuh buah lagu dengan aransemen cukup sinting, tapi masih dalam koridor-koridor jelas, alias terdengar sangat fokus, yang akhirnya membuat dari “Charnel Rift” sampai “Finality, I Behold” mampu terngiang dikepala.
Bagi yang kemarenan sempet kebagian ‘Promo MMXXIII’ bulan Juli 2023 lalu, pastilah sudah bakal dapet kisi-kisi haluan BLACK CURSE di full-length kedua, ogut sendiri sih agak garuk kepala pas lihat durasi lagu-lagunya yang lumayan panjang, ditambah total durasi yang 45 menit lebih, padahal menurut saya ‘Endless Wound’ sudah pas banget, dan scope yang terlalu ambisius bisa jadi senjata makan tuan di ranah black/death. Dan langsung terbukti di lagu pertama “Spleen Girt with Serpent”, yang berdurasi hampir sebelas menit, 5-6 menit pertama mantab lah, tapi bukanya malah bergegas, sisa lima menit berikutnya malah merambah kemana-mana, baru kembali ke trayek benar menjelang lagu berakhir, untungnya “Trodden Flesh” wakau jadi trek terpanjang, justru berhasil memanfaatkan waktu dengan baik, tiap kantong-kantong kebarbaran dan agresi, dirajut dengan sangat baik, tanpa memberikan sela-sela waktu bernafas bagi pendengar, dua belas menit gaspoll terus, namun daya gedor tetap dijaga secara konsisten, tak ada ruang tak perlu yang bisa bikin jenuh. Sayangnya dua agresi pertama side b agak kurang nampol (“Ruinous Paths …” dan “… to Babylon”, gak ada yang nyangkut sama sekali, malah beberapa kali pas dengerin langsung ketiduran, baru bangun pas “Flowers of Gethsemane”, yang untungnya tak sekedar numpang lewat kuping kiri, keluar kuping kanan. ‘Burning in Celestial Poison’ jelas merupakan album yang lebih kompleks sekaligus intens dari album pertama, unsur blackened-nya semakin medok, dengan tingkat kebisingan yang semakin menjadi-jadi, kalau dibandingkan dengan ‘Endless Wound’ sih, saya masih tetap ngejagoin itu, materinya lebih to the point dan impactful, sedangkan ‘Burning in Celestial Poison’ punya tendensi bikin overload kepala dengan segala kekacauan terkontrolnya. (Peanhead)
8.0 out of 10