ALBUM REVIEW: GRAVENOIRE – DEVANT LA PORTE DES ÉTOILES

GRAVENOIRE ‘Devant la porte des étoiles’ ALBUM REVIEW

Season of Mist, August 23rd, 2024

Melodic black metal

Baru mencuat kepermukaan pada awal tahun 2022 lalu, GRAVENOIRE memang masih band seumur jagung, tapi band asal Prancis ini, gak tak perlu waktu lama langsung meroket namanya, tak hanya disebabkan faktor semua mata sedang tertuju ke french black metal scene saja, namun GRAVENOIRE sendiri dimotori nama-nama yang cukup disegani di komunitas metal hitam tanah eropa, mulai dari Maximilien Brigliadori (BÂ’A, DIABLATION), Emmanuel Zuccaro (BÂ’A, VERFALLEN), Vicomte Vampyr Arkames (DIABLATION, ex-SETH), and RMS Hreidmarr (GLACIATION, BÂ’A, ex-ANOREXIA NERVOSA). Jadi, walaupun belum pernah merilis demo sekalipun, saat Season of Mist baru mengumumkan bahwa kontrak dengan GRAVENOIRE sudah diamankan, yang dibarengi dengan pengumuman debut mini-album, hype rilisan bertajuk ‘Devant la porte des étoiles’ ini langsung tak terbendung, dan saat itu termasuk jajaran album/EP black metal yang paling diantisipasi tahun 2024 ini.

GRAVENOIRE mencoba untuk membangkitkan kembali esensi black metal era 90’an yang masih liar dan mentah lewat ‘Devant la porte des étoiles’, dan untuk mencapainya mereka dengan sengaja merekam EP berdurasi kurang lebih 25 menit ini secara live di ruangan rehearsal tanpa trigger, metronome dan tetek bengek produksi modern, yang menurut ane berhasil banget mengekapsulasi primal sound era tersebut, yang atmosfirnya cukup mengingatkan pada demo-demo MAYHEM, IMMORTAL, SATYRICON, ARCKANUM era late 80’s/early 90’s, tapi ya gitu, masih kedengaran kayak rilisan baru, efek mastering/mixing profesional alias jauh dari kata ‘rawon BM’, plus dari segi aransemen, GRAVENOIRE lebih menjurus ke meloblack penghujung dekade 1990’an. Dibuka dengan obligatory  synth intro yang berbalut tabuhan genderang militeristik, GRAVENOIRE langsung ngebut dengan “France de l’Ombre”, yang punya riffing dan melodi langsung nancep, vokalnya pun karena menggunakan bahasa ibu kandung, terdengar lebih galak dan garang, trek selanjutnya, “Ordo Opera Cultura”, masih bener-bener all out dengan blast beat yang masih maen terabas tak kenal medan, untungnya karena produksinya organic dan dinamis banget, akhirnya tak membuat telinga pekak.

“Aux Chiens” sebenarnya belum keluar dari zona nyaman, tapi karena vokalnya pakai bahasa Prancis medok, akhirnya bikin nomor tersebut gak ngebosenin karena bener-bener kayak lagi dengerin RMS Hreidmarr mencak-mencak, Berikutnya “Granit” agak sedikit melankolis sekaligus penuh nostalgia, dengan duet dua gitar berserta duet dua vokalis yang bener-bener bikin candu, apalagi gebukan Emmanuel Zuccaro masih tetep intens banget meski lebih ke wilayah mid-tempo, jadi komponen paling penting yang membut track kelima tersebut menjadi highlight paling mumpuni dari  ‘Devant la porte des étoiles’, sedangkan lagu penutup merupakan sebuah pembacaan puisi yang berbalur string section, hingga rintik gerimis, dan piano, yang lumayan suram, seperti menjadi obituari masa lalu yang telah hilang dan tak akan balik kembali. Meskipun hanya berdurasi kurang dari 30 menit, namun ‘Devant la porte des étoiles’ merupakan sebuah debut fantastis, penuh penghayatan dan emosi walaupun pendengar pasti harus pakai google translate buah paham liriknya, alih-alih membuat pendengar mengalami sensory overload dengan album penuh berdurasi 40 menit+ langsung, GRAVENOIRE sudah tepat hanya ngasih enam lagu meloblack all killers no fillers, yang sudah pasti bakalan lebih cepet merasuk kedalam sanu bari para pendengar. (Peanhead)

9.0 out of 10