Palembang, 28 Oktober 2016
Teruntuk tiap rona yang Melara
Tiada kesedihan yang mendalam laiknya kehilangan. Tiada hening yang memuncak laiknya rasa sepi yang merajam. Merenungkan kenangan dalam relung-relung kesendirian. Meniti kata demi kata yang pernah menyakiti hingga tiap tawa yang silih berganti. Kita adalah rindu yang terus dibiarkan menjadi candu, berpadu dalam syahdu nyanyian sangkar madu.
Rona Lara adalah sebuah tajuk untuk kenangan akan kebersamaan dan harapan dalam kesendirian. Dalam penulisannya, Rona Lara dilatarbelakangi oleh pertemuan dan kehilangan yang tak dapat ditampik setiap insan kehidupan. Sesak yang terus mendesak untuk segera ditumpahkan, Rona Lara memprosakan melankolia dari realita yang begitu menyakitkan.
Dilepas sebagai pembuka atas segala keheningan pergerakan dari kuartet musik hardcore kelam asal Sumatera Selatan, GERRAM. Seolah ingin membayar segala keminiman agresi pasca album perdana Genderang Bencana yang tidak ingin dibiarkan berlarut-larut, Rona Lara yang juga akan hadir dirilisan GERRAM berikutnya pun diperdengarkan dalam bentuk klip musik. Dengan segala daya dan keterbatasan dalam penggarapannya, video klip ini kemudian dikemas secara sederhana, namun tetap berusaha untuk mengkarsakan esensi dari kehilangan, dengan membiarkan bass set tergeletak dilantai sebagai simbolisasi. Terdampar dan terkapar.
Entah mengapa, mungkin laras ini begitu terkutuk karena setelah rampungnya dari dapur rekaman hingga menjelang pengambilan gambar untuk video klip, bassist kami Rinaldy Putra berkeputusan untuk mundur dan tidak dapat melanjutkan perjalanan bersama GERRAM dikarenakan adanya rencana lain diluar dari kegiatan bermusik. Tidak ingin terus hanyut dalam kehilangan, Abim Fakhri (Gitar), Dimas Subhakti (Vokal), Irwandra Septiadi (Drums), dan Rio Falenta (Gitar) mencoba untuk meneruskan semangat meskipun tinggal berempat dalam upaya menuju rilisan yang akan datang yang akan direncanakan berupa split album dan EP.