DEAD SNOW / Død Snø
Sutradara: Tommy Wirkola
Norwegia (2009)
Review oleh Tremor
Dead Snow yang dalam bahasa aslinya berjudul Død Snø adalah sebuah film komedi horor dari Norwegia, karya dari sutradara Tommy Wirkola. Sebelum membuat Dead Snow, ia pernah membuat film parodi skandinavia dari Kill Bill yang berjudul Kill Buljo (2007). Cukup dua kata yang diperlukan untuk menarik minat para penggemar horor pada Dead Snow: zombie nazi. Sebenarnya Dead Snow bukan film pertama yang menggabungkan dua ikon kematian tersebut menjadi satu konsep horor. Konsep mayat hidup tentara nazi dalam budaya horor bisa ditemukan di banyak film, video game hingga buku komik. Film-film seperti King of the Zombies (1941), Revenge of the Zombies (1943), Shock Waves (1977), Night of the Zombies (1981) hingga Zombie Lake (1981) adalah beberapa contoh film horor yang menampilkan zombie nazi di dalamnya. Belum lagi serial video game dari mulai Wolfenstein, Call of Duty, hingga Sniper Elite. Meskipun tidak pernah berkembang menjadi subgenre tersendiri, namun tiga orang penulis pernah mendedikasikan waktu serta energi mereka untuk menulis sebuah buku yang berjudul “Nazisploitation!: The Nazi Image in Low-Brow Cinema and Culture” (2011) yang menjabarkan zombie nazi sebagai satu tema kecil dalam budaya horor. Sebenarnya film-film zombie nazi bisa dibilang tidak terlalu diminati karena memang pada dasarnya tidak ada film zombie nazi yang benar-benar bagus, hingga akhirnya Dead Snow muncul setelah terpantik oleh kembalinya trend film zombie pada awal tahun 2000-an.
Plot Dead Snow sendiri cukup klise, sekelompok mahasiswa kedokteran pergi berlibur di sebuah kabin di pegunungan bersalju Norwegia. Suatu malam datang seorang pria misteris yang memberi tahu mereka bahwa pegunungan ini bukanlah tempat yang aman karena ini adalah tempat persembunyian tentara nazi sejak 50 tahun lalu, tentara yang dipimpin oleh iblis bernama kolonel Herzog. Penduduk setempat percaya bahwa pasukan kolonel Herzog masih bersembunyi di sana untuk melindungi harta karun rampasan perang yang mereka simpan di pegunungan tersebut. Tentu saja cerita ini terdengar seperti omong kosong. Namun ketika para anak muda ini menemukan sekotak perhiasan emas tersembunyi di ruang penyimpanan bawah tanah kabin, para tentara nazi mulai bangkit dari hutan dan meneror mereka.
Naskah Dead Snow yang sederhana dan klise tentu mengingatkan kita pada beberapa film horor legendaris, yang saya rasa merupakan bentuk penghargaan dari Tommy Wirkola terhadap kultur horor. Ini terlihat jelas lewat disebutkannya film Evil Dead I dan II, hingga April Fool’s Day (1986) dari mulut salah satu karakter di dalam Dead Snow yang kebetulan adalah seorang penggemar film horor. Ia bahkan mengenakan t-shirt Brain Dead (1990). Saya yakin Tommy Wirkola sangat mencintai Evil Dead karena terasa ada begitu banyak pengaruhnya dalam Dead Snow, dari mulai kabin di dekat hutan, ancaman jahat pertama yang datangnya dari hutan, hingga yang paling jelas adalah penggunaan gergaji mesin untuk memotong tangan sendiri yang dilakukan oleh salah satu karakternya setelah tangannya tergigit zombie. Dengan banyak penghormatan pada film-film horor terdahulu, Dead Snow tidak berusaha atau berpura-pura menjadi film yang original, dan saya sangat menghargai itu.
Meskipun plotnya biasa saja, tetapi konsep zombie dalam Dead Snow sangat menarik dan tidak mengikuti standar umum zombie modern maupun klasik. Dengan berani, Dead Snow meredefinisi zombie versinya sendiri dan saya cukup menikmatinya. Tentara zombie nazi yang dipimpin kolonel Herzog tidak mencoba memakan manusia. Beberapa karakter dalam Dead Snow sempat digigit, namun mereka tidak bertahan hidup cukup lama untuk kita bisa tahu apakah mereka ikut berubah menjadi zombie atau tidak. Tapi kemungkinan besar gigitan zombie dalam Dead Snow tidak menular, karena tidak terlihat satupun zombie non-tentara dalam film ini. Artinya, korban-korban mereka sebelum ini tidak pernah ada yang menjadi zombie. Tidak seperti zombie pada umumnya, para tentara zombie dalam Dead Snow juga memiliki kecerdasan tinggi. Mereka memiliki tujuan yang jelas, mampu menggunakan taktik militer, memiliki rantai komando, sanggup berkelahi tangan kosong, bahkan bisa menggunakan teropong untuk melacak korbannya. Tentu saja konsep zombie nazi dengan kecerdasan seperti ini terasa jauh lebih mengancam dibandingkan zombie biasa. Yang paling menarik, para zombie ini hanya terobsesi dengan emas jarahan perang. Rupanya konsep ini merupakan hasil penggabungan antara zombie modern dengan satu karakter makhluk mitologi Norse kuno yang disebut Draug. Dalam mitologi Norse, draug dipercaya sebagai mayat hidup yang berkeliaran di sekitar kuburan orang penting di mana biasanya harta karun milik jenazah ikut dikuburkan bersama jasadnya. Draug bertujuan melindungi harta karun tersebut seakan milik mereka sendiri.
Dead Snow juga akan sangat menyenangkan para penggemar gore, karena makeup zombie dan special effect dalam film ini cukup bagus. Wajah pucat dengan memar-memar gelap serta noda darah pada wajah mereka, ditambah lagi penggunaan seragam tentara nazi membuat para zombie ini tampak begitu mengancam. Untuk efek gore-nya, Dead Snow menawarkan banyak usus palsu, potongan anggota tubuh, kepala, hingga kepala yang dikoyak menjadi dua bagian yang dikerjakan dengan cukup fantastis. Sayangnya, Dead Snow juga menggunakan special effect CGI di beberapa bagian, terutama pada banyak semburan darah yang terlihat sangat palsu.
Mungkin kekurangan dari film ini hanyalah babak pertamanya saja yang saya pikir berdurasi terlalu lama. Butuh waktu sekitar 45 menit hingga kita akhirnya bisa benar-benar melihat aksi zombie nazi yang ditunggu-tunggu. Mulai dari situ, seisi film ini menjadi jauh lebih baik dan semakin menyenangkan untuk ditonton. Namun itu hanya kekurangan minor saja, mungkin karena saya mengharapkan durasi yang lebih lama untuk menyaksikan aksi zombie nazi. Tanpa ragu saya bisa berpendapat bahwa Dead Snow adalah film zombie nazi terbaik yang pernah dibuat dan akan sangat memuaskan untuk para penggemar film zombie. Dan yang terpenting adalah film ini sangat menghibur, sama sekali tidak membosankan dan layak menjadi cult classic di masa mendatang.