MOVIE REVIEW: NIGHT OF THE LIVING DEAD (1968)

NIGHT OF THE LIVING DEAD
Sutradara: George A. Romero
USA (1968)

Review oleh Tremor

Apa yang terlintas di kepala kita ketika mendengar kata zombie? Sebegitu kuatnya konsep zombie dalam budaya populer, hingga mereka yang bukan penonton film hororpun mungkin sedikitnya pernah mendengar apa itu zombie: mayat hidup busuk tak berakal yang kelaparan, bergerak berdasarkan insting, dan memangsa daging manusia mentah-mentah. Mereka yang pernah menonton film zombie bisa jadi familiar dengan konsep yang lebih luas: zombie bisa menularkan kondisinya lewat gigitan dan hanya bisa dibunuh kalau otaknya dirusak. Karakteristik zombie yang sangat populer ini tidak pernah ada sebelum dirilisnya satu buah film independen berbajet rendah pada tahun 1968 yang kemudian mengubah wajah industri film horor selamanya dan memantik lahirnya genre zombie modern. Night of the Living Dead adalah debut seorang pembuat iklan komersial di TV bernama George A. Romero yang jenuh dengan pekerjaannya dan ingin membuat film horornya sendiri. Romero tidak pernah menyangka kalau percobaan film berbajet rendah dan memiliki plot sederhana ini akan menjadi salah satu mahakarya sinema paling fenomenal dan diperhitungkan sepanjang masa sekaligus meroketkan namanya sebagai seorang sutradara horor legendaris di kemudian hari. Berkat kesuksesannya, Night of the Living Dead kemudian menjadi franchise tersendiri yang berisikan beberapa sekuel, remake, hingga spin-off. Namun warisan paling nyata dari Night of the Living Dead bukanlah sekedar sekuel dan remake, tetapi juga semua film dan serial TV bertema zombie modern yang bermunculan di setiap dekadenya sejak tahun 1968, setiap komik dan video game bertema zombie, hingga semua perayaan zombie walk yang secara rutin diadakan di beberapa negara barat. Khusus review kali ini, saya tidak ingin menuliskan plotnya terlalu panjang karena plot Night of the Living Dead memang terlalu sederhana: sekelompok orang yang tak saling kenal terpaksa berlindung di satu rumah ketika wabah zombie dimulai. Mereka terjebak di sana dan harus mempertahankan diri dari serangan gerombolan zombie di luar rumah. Plot ini tentu terdengar sangat generik di telinga penonton horor modern, namun tidak bagi para penonton film di tahun 1968.

Bukan tanpa alasan Night of the Living Dead kemudian menyandang status legendaris dan mendapat banyak penghormatan dari berbagai kalangan. Night of the Living Dead adalah film yang untuk pertama kalinya memperkenalkan konsep zombie yang kita kenal hari ini. Karenanya, film ini dianggap sebagai titik lahirnya genre horror zombie modern dan zombie apocalypse. Pada awal tahun 2000-an, genre zombie mulai berevolusi ke arah infeksi / viral zombie dengan ciri khas paling kuat yaitu karakteristik zombienya yang jauh lebih agresif dan brutal, serta yang paling mengerikan adalah mereka mampu berlari dengan cepat. Semenyeramkan dan sesukses apapun subgenre viral zombie ini, ia tidak akan pernah ada tanpa adanya Night of The Living Dead. Secara umum, konsep mayat hidup zombie memang bukan pertama kali diperkenalkan oleh Night of the Living Dead. Namun sebelum Romero, hampir setiap film yang berurusan dengan zombie memiliki konsep yang sama sekali berbeda, yang biasa disebut sebagai konsep zombie klasik. Film-film seperti White Zombie (1932), King Of The Zombies (1941) dan I Walked with a Zombie (1943) menggunakan premis zombie sebagai korban praktek black magic dan ritual voodoo di pulau-pulau tropis, yang mampu mengubah seseorang atau mayat sebagai budak tak berakal untuk menjalankan perintah tuannya yang jahat. Pada masa sebelum Romero, zombie tidak pernah memakan daging mereka yang masih hidup dan saling menularkan kondisi tersebut lewat gigitan.

Selain itu, Night of the Living Dead juga menjadi salah satu film pertama yang menggunakan aktor kulit hitam sebagai karakter utamanya, karakter yang juga memimpin para survivor dalam plotnya. Ini merupakan keputusan yang cukup radikal dan sangat jarang terjadi dalam film Amerika tahun 60-an. Apalagi Night of the Living Dead dirilis tepat ketika gerakan hak sipil kulit hitam sedang diperjuangkan dan ketegangan rasial sedang cukup tinggi di Amerika. Sepertinya Romero memang menyelipkan sedikit komentar sosial tentang isu rasial dalam film ini. Lihat saja ending film ini yang sangat nihilistik dan gelap, lalu sadari kaitannya dengan kenyataan bahwa Night of the Living Dead dirilis sekitar enam bulan setelah Martin Luther King dibunuh.

Rasanya kurang sah membicarakan Night of the Living Dead tanpa membahas karakter zombie serta special effect-nya, karena bagi para penonton horor modern, film zombie identik dengan special effect dan makeup gore mayat busuk yang menyeramkan, banyak darah, serta isi perut yang tercabik-cabik. Apa yang perlu diingat adalah bahwa Night of the Living Dead diproduksi pada akhir tahun 60-an di mana teknologinya masih sangat terbatas. Apalagi bajet film ini juga sangat rendah, yang mungkin saja tidak cukup untuk membiayai special effect yang lebih meyakinkan pada masa itu. Jadi, semua special effect dalam film ini bisa dianggap terlalu “lembut” dalam standar film-film zombie hari ini. Tapi, mengingat belum pernah ada film zombie pemakan daging sebelum Night of the Living Dead, tentu saja bisa dibayangkan kalau film ini sangat menyeramkan di mata penonton pada jamannya karena ada banyak adegan kekerasan yang cukup grafis untuk ukuran film akhir 60-an serta konsep mayat pemakan daging yang belum pernah ada sebelumnya. Sekarang mari kita bahas zombie-nya. Tidak ada yang istimewa dari desain zombie-zombie di Night of the Living Dead. Mereka hanyalah sekelompok mayat manusia yang berpenampilan normal dengan pakaian terakhir yang mereka kenakan ketika dikuburkan. Karena konsep zombie dalam Night of the Living Dead adalah bangkitnya mayat-mayat yang baru saja mati, maka tidak ada satupun zombie yang tampak membusuk walaupun beberapa dari mereka tampak memiliki kulit wajah yang sudah mulai rusak. Mereka hanya terlihat begitu pucat, dengan sorot mata yang kosong serta gerakan kaku yang lambat dan tampak begitu lemah. Kita bisa saja dengan mudah melarikan diri dari zombie-zombie lambat seperti ini. Namun siapapun yang sering menonton film zombie tentu tahu bahwa ancaman zombie bukan terletak pada kekuatan fisik mereka, melainkan pada jumlahnya. Karena zombie-zombie ini belum benar-benar membusuk dalam Night of The Living Dead, maka sepertinya mereka masih sedikit memiliki fungsi otak yang menunjukkan beberapa kecerdasan dasar, seperti menjauh dari api, hingga mengetahui bahwa sekop dan batu bisa dijadikan senjata maupun alat untuk memecahkan kaca. Saya pikir kekuatan terbesar dari Night Of The Living Dead bukan terletak pada desain zombie dan special effect gore seperti film-film zombie hari ini, melainkan pada sinematografi hitam putih dramatis yang indah dan membius, serta kerja kamera yang sangat berhasil dalam membangun ketegangan, keputusasaan dan atmosfer mencekam. Tidak ada bergalon-galon darah dan tidak banyak anggota tubuh yang tercerai berai dalam film ini, tetap ada banyak atmosfer suram serta perasaan terjebak yang mengeksploitasi klaustrophobia dengan sangat bagus. Tak bisa dipungkiri, George Romero adalah seorang sutradara visioner yang sangat bertalenta.

Meskipun Night of the Living Dead adalah sebuah mahakarya, bukan berarti film ini sempurna. Keluhan terbesar saya pribadi soal film ini adalah salah satu karakter bernama Barbra yang mengalami trauma berat setelah ia diserang oleh zombie dan harus rela kehilangan saudara laki-lakinya. Saya tahu siapapun yang baru mengalami sesuatu yang begitu traumatis bisa saja memasuki kondisi shock dan katatonia seperti Barbra. Saya juga paham kalau karakter Barbra menggambarkan kondisi PTSD (Post Traumatic Stress Disorder) dengan cukup akurat. Kita perlu memberi apresiasi pada George Romero atas kepekaannya soal ini. Namun kita menonton film fiksi untuk melihat aksi, bukan untuk melihat salah satu karakternya tidak melakukan apapun selain duduk melamun dan bergumam tidak jelas hingga menjelang film ini berakhir. Jujur saja karakter Barbra sedikit menjengkelkan bagi saya. Film zombie adalah kisah survival manusia, dan kondisi Barbra tentu tidak akan membantunya bertahan hidup lebih lama dalam situasi kiamat zombie. Walaupun tidak sempurna, tapi tak terbantahkan kalau Night of the Living Dead tetaplah sebuah mahakarya besar yang bukan hanya membawa pengaruh besar dalam budaya horor saja, tetapi juga pada budaya populer, dan itu adalah pencapaian yang sangat tinggi untuk ukuran film horor berbajet rendah yang sebelumnya tidak diharapkan akan sukses.