SHRED AND TALK kedua ini kami mendatangkan Andika Surya atau yang biasa dipanggil Dika dari unit Chaotic Hardcore asal kota Bandung ALICE, yang sekarang membentuk proyek solonya yang bernama COLLAPSE. Di sesi “SHRED” Dika memainkan gabungan part-part gitar dari lagu-lagu yang ada di E.P terbaru COLLAPSE, dan juga memainkan sedikit part-part gitar yang akan hadir di album ALICE berikutnya yang kabarnya akan segera di rilis di tahun 2017. Dan di sesi “TALK” Dika akan bercerita tentang alasan kenapa terbentuknya COLLAPSE, hiatus nya ALICE dan pandangan pribadinya terhadap dominasi kuat perusahaan-perusahaan besar terhadap industri musik di Indonesia.
Certain dong tentang project terbaru kamu yang bernama COLLAPSE?
Collapse hanya sebuah media saya untuk explore, untuk progresivitas, untuk melihat segala sesuatunya dari sisi yang baru, untuk mengetahui limit saya sampai mana.
Adakah kebosanan yang melanda akan musik agresif sehingga terbentuknya COLLAPSE?
Kebosanan akan sesuatu pasti selalu ada, tapi dalam konteks ini kebosanan akan musik agresif bukan alasan saya untuk membuat Collapse. Simplenya kaya orang mencari kerja, ketika ada kegelisahan atau justru kenyamanan di suatu tempat ya pasti kepikiran untuk move-on. Ya perbedannya saya move-on dan mencari sesuatu yang baru dalam musik, tanpa harus meninggalkan sesuatu yang buruk di belakangnya
Apa yang melatar belakangi kamu membentuk COLLAPSE?
Selain kecintaan saya terhadap karya seni dan musik, saya pun ingin merasakan serta mengerjakan semua prosesnya dari awal hingga akhir, ingin mencoba sesuatu yang baru, dan ingin mengetahui seberapa besar saya percaya terhadap diri saya sendiri dalam segi apa pun.
Saya dengar kamu cukup mendominasi ketika ada di sebuah band, apakah itu juga yang melatar belakangi kamu membuat poject solo?
Mungkin itu penilaian orang lain, ya sah-sah saja. Sebelum Collapse terbentuk pun jauh-jauh hari saya kan sempat punya band sendiri juga, namanya Headhunter lalu berganti menjadi Megamaut, rilis EP 5 lagu yang dibagikan secara gratis, yang menulis musik dan rekamannya saya take sendiri (kecuali vocal) itu sekitar tahun 2010, sudah lama banget sebelum saya kepikiran untuk membuat Collapse. Mungkin bukan mendominasi sih ya kata yang tepat, tapi keinginan untuk mencari kepuasan akan sesuatu saja, dalam hal ini bermusik.
Pencapaian apa yang kamu inginkan bersama COLLAPSE?
Sama seperti hidup lah, terus progress dan explore akan sesuatu hal tanpa batasan. Untuk resultnya nanti lihat di akhir saja.
Kenapa kamu memilih Royal Yawns sebagai label rekaman untuk EP perdana COLLAPSE?
Saya mengenal Samsu (Royal Yawns) sudah cukup lama, sudah tahu pribadi dan pola pikir dia seperti apa. Dia memang sahabat saya yang paling dekat. Dalam beberapa hal diluar musik pun kita sangat nyambung. Dia pun selalu menginspirasi saya tentang yang namanya hidup. Gaperlu basa-basi lagi, sudah saling percaya. Visi dan misi kurang lebih sama. Kayanya waktu itu berpikir bakalan keren aja kerjasama dengan dia. Langsung klop.
Placing is important, itu juga yang melatar belakangi kolektif Hip-Hop Homicide sehingga beberapa orang menyebut mereka group Punk, dan juga GSYBE sehingga beberapa orang menyatakan mereka sebuah kolektif Anarki yang secara musik maupun lirik berbeda dengan group-group Anarki lainnya. Nah saya melihat beberapa band tuh Mainstream belum kesampaian, Idealis juga nanggung, dimanakah COLLAPSE ingin berada?
Meskipun akan terdengar naïf dan murahan, saya sebenarnya tidak mau memposisikan saya dimana pun, di suatu blok tertentu, pergerakan atau komunitas tertentu, karena pada akhirnya itu akan membatasi saya. Mengenai apa yang akan saya suarakan di musik atau in real life itu akan menjadi pure keinginan saya sendiri dan tidak ada hubungannya dengan pihak mana pun. Apakah iya saya akan bersifat melawan, netral atau mendukung sesuatu yaitu hanya saya yang berhak menentukan. Mungkin pada akhirnya penilaian dan label akan muncul dari orang lain dan itu sah-sah aja.
Apa yang kamu rasakan mengenai skena musik di Bandung akhir-akhir ini?
Ketika interview ini sedang berlangsung, yang saya rasakan tentang skena di Bandung itu ya lumayan lesu. Mungkin adanya moment perputaran zaman. Dan kita sedang berada di tengah-tengah arus perputaran itu. Kebosanan akan sesuatu hal sekarang begitu cepat karena cepatnya pula arus informasi dan referensi yang didapat. Para pelakunya gak kemana-mana, hanya yang tadinya doyan hadir ke gigs Hardcore Punk mungkin dalam 6 bulan sudah gasuka lagi dating dan beralih ke acara music elektronik. Gak ada yang salah, itukan proses kedewasaan masing-masing, biasanya suka berpengaruh ke selera orang itu sendiri. Dari segi pelaku seninya juga mungkin kurang eksplor dan menyuguhkan hal yang itu-itu saja.
Discography musik kamu sejauh ini?
Restrain – Our Pain Is Evident, Our Destruction Is Imminent – EP (2005) : Drummer
Alice – KonsorsiumHumaniora – EP (2010) : Gitaris
Headhunter (Megamaut) – Omnivora EP (2010) : Gitaris, Bassis & Drummer
Tragedi – Rebuild Through Resistance (2010) : Gitaris
Alice – Partisan Ordo Puritan – Single (2011) : Gitaris
Alice / Wicked Suffer – Split Tape (2012) : Gitaris
Alice – In The Name of Forgiveness I’ll be Leaving this Secret with You – Single (2013) : Gitaris
Alice – Self Titled EP (2013) : Gitaris
Mintygossips – EP (2016) : Drummer
Collapse – Grief – EP (2016) : Vocal, Gitaris, Bassis, Drummer & Producer
Dan live session player untuk Blind To See
Masalah biasanya timbul dalam sebuah band, nah apa saja masalah intern di ALICE sehingga kamu dan kawan-kawan lainnya sampai saat ini seperti mati tidak, hidup pun seakan susah?
Masalah di dalam tubuh band mah itu sudah lumrah dan semuanya juga pasti mengalami, masalahnya ga jauh dari komunikasi dan perbedaan pendapat saja sih, detailnya gakan saya kasih tahu (LMAO). Alice masih ada dan hidup, hanya sedang proses pencarian vokalis saja.
Adakah rencana yang akan kamu lakukan bersama kawan-kawan di ALICE sepeninggal Miko hijrah ke Belanda?
Membuat full album
Musik katakanlah “Indie” dan “Underground” cenderung menjadi arus utama sekarang, karena memang musik dan semangatnya pun bagus sehingga menjadi incaran beberapa perusahaan besar untuk media promosi, mengutip perkataan Thurston Moore “People see rock & roll as youth culture, and when youth culture becomes monopolized by big business, what are the youth to do? Do you have any idea?… I think we should destroy the bogus capitalize process that’s destroying youth culture” . Dilema memang, satu sisi sangat menguntungkan beberapa band, namun di satu sisi mengorbankan semangat yang perlahan melemah di skena, dominasi yang cukup kuat dan berulang-ulang sehingga membuat gelombang baru cukup sulit merangkak, dan bagaimana pendapat kamu dengan itu?
Jika suatu band semakin besar dan semakin bagus sudah pasti menjadi incaran untuk dijadikan komoditas oleh pihak-pihak tertentu, yang menjadi permasalahan dan yang harus dilakukan band itu kan hanya memilih dan berkompromi, atau pun menolaknya. Keputusan ada ditangan band itu sendiri. Dan tidak ada salahnya jika band tersebut menerima tawaran tersebut. Ada band yang konsisten dengan idealismenya, dan ada juga band yang ingin merasakan hasil jerih payah mereka dengan imbalan yang ‘lebih”, itu semua terjadi dibelahan dunia manapun. Untuk band-band gelombang baru yang akan sulit merangkak itu kembali lagi ke mereka untuk mengorganisir kawan-kawan nya atau komunitasnya sehingga menjadi tumbuh besar. Yang paling sulit adalah ketika semua hal itu berbenturan dengan hal-hal baru. Ketika idealisme mu dalam bentuk seni lalu menomor satukan itu diatas semuanya, ketika idealism berbenturan dengan urusan pribadi, finansial, keluarga dll. Kadang kita memang diposisikan untuk kompromis dengan keadaan.
Musik COLLAPSE cukup jauh dengan musik yang kamu mainkan di ALICE, adakah kekhawatiran kamu akan gosip dan kritik di komunitas?
Dikritik sudah menjadi resiko jika kamu melakukan sesuatu dalam bentuk apapun. Senikan sebuah bentuk dari apa yang dilakukan manusia. Temasuk berjalan kaki pun disebut seni. Jika tak ingin dikritik ya jangan melakukan apapun atau membuat sesuatu yang pada akhirnya akan mengundang kritik.
Apa pesan yang ingin kamu sampaikan lewat musik COLLAPSE?
Menjadi diri sendiri dan percaya akan kata hati sendiri.
Siapa vokalis band lokal favorit kamu saat ini?
Rully Shabara (Zoo/Senyawa)
Band lokal mana yang kamu ingin sekali menjadi salah satu personilnya?
Efek Rumah Kaca haha
Siapakah band lokal yang sampai sekarang paling mempengaruhi dalam bermusik?
Homicide & Seringai
Sebutkan satu hal yang bakalan membuat kamu berhenti bermain musik?
Kehilangan kedua lengan dan kaki
Lagu terfavorit yang mendefinisikan kamu?
Morrissey – Alma matters
Album lokal terbaik sejauh ini versi kamu?
Homicide – Tha Nekrophone Dayz
Band “indie” lokal yang musiknya tidak bisa kamu nikmatin?
Bottlesmoker & Under The Big Bright Yellow Sun
Ok, satu lagi. Tentang mensupport Band kesukaan dengan membeli rilisan fisik, datang dan beli tiket ketika nonton gigs, atau membeli merchandisenya, itu masih bisa diharapkan tidak? dengan gencarnya gempuran aplikasi-aplikasi digital, maraknya merchandise bajakan dan konser gratis?
Kembali lagi ke si pelaku industrinya, yaitu si artis dan labelnya. Bagaimana mereka pintar-pintar memaintan si artis nya itu sendiri, memantain promo, penikmatnya, selera dan media. Jika mereka berhasil saya kira rintangan-rintangan diatas gak jadi masalah besar. Dari jaman Piringan hitam pun industri ketakutan dengan datangnya Kaset serta CD. Tapi semua itu terjadi saja. Dan kita semua berimprovisasi dengan keadaan yang ada. Kalau artisnya sendiri tidak bisa memantain itu semuaya hype dan gaung artis tersebut akan mati.
Video di ambil oleh Burhan Amaludin, Video Editing dan Interview oleh Vidi Nurhadi